Bersedia, Siap, Kerjakan!

Dalam kampanye pemilihan wakil siswa di sekolah dulu, saya teringat bagaimana teman-teman kandidat berupaya memenangkan sebanyak-banyaknya suara pendukung untuk memilih mereka sebagai presiden sekolah. Salah satu kandidat, ada yang membuat bunga-bunga dan burung-burung kertas lipat dengan beberapa permen dan cokelat yang terikat, berkeliling membagikannya kepada teman-teman satu sekolah seraya berkampanye tentang apa yang akan mereka lakukan jika terpilih nanti. Saat itu, bagi kami yang berusia 10 -11 tahun, tidak banyak yang benar-benar menyimak agenda “politik” mereka. Perhatian kami hanya pada hadiah dan cokelat yang dibagi-bagikan.

Tiba ajang debat, kedua kandidat presiden mengemukakan agenda masing-masing. Di tengah-tengah debat yang seru tentang berbagai topik, tiba-tiba seorang siswa mengacungkan tangan dan bertanya: “Apakah nanti jika engkau jadi pemimpin, engkau dapat mengubah sedikit menu makanan di kantin sekolah kita?” Kedua calon, dalam semangat yang sama, menjawab: “Saya setuju, perubahan menu memang perlu dilakukan.” Yang satu lagi menjawab: “Kesehatan makanan memang penting, saya akan benar-benar memerhatikannya.”

Pertanyaan-pertanyaan lain terus berdatangan dan dijawab, kemudian didebat. Merasa tak mendapat jawaban yang jelas, siswa yang tadi bertanya, kini berdiri di kursi, setengah berteriak, “Saya tidak perlu omong-kosong kalian tentang kegiatan-kegiatan sekolah yang lebih baik. Saya hanya perlu tahu pemimpin mana yang dapat memastikan menu kantin sekolah dapat diubah lebih baik dan bagaimana mereka hendak melakukannya!”

Semua terdiam, termasuk para kandidat di podium. Dan serta merta semua siswa sekolah termasuk saya, mulai bertepuk tangan dan bersepakat, sesuatu harus dikerjakan tentang menu di kantin sekolah kami! Itulah pelajaran kepemimpinan publik yang pertama kali saya dapatkan langsung dengan mengalaminya. Tidak ada yang berarti bagi sukses kepemimpinan kecuali mendengarkan dengan baik apa yang diinginkan khalayak.

Seorang pemimpin memiliki visi yang dibangun bukan semata atas apa yang dilihat, dianggapnya perlu, dan dapat dimasukkan dalam agenda, tetapi juga yang telah kita terima, pelajari dan sepakati bersama dengan berbagai khalayak di mana ia menjadi pemimpinnya. “Kepemimpinan adalah kapasitas bagaimana seseorang menerjemahkan visi ke aksi,” kata Warren G. Bennis

Bersedia

Menjadi pemimpin masyarakat memerlukan kesediaan mengabdikan diri pada tanggungjawab yang mengacu pada kepentingan banyak orang lebih dari kepentingan diri sendiri. Tidak banyak pemimpin yang menyadari, bahwa ia dipilih bukan untuk menjadi bos yang menyetir orang lain, tetapi pemimpin yang mengarahkan, bukan menjadi bos yang mengandalkan kekuasaan tetapi pemimpin yang mengandalkan keluhuran tekad. Bukan menjadi bos yang menyuntikkan kekhawatiran, tetapi pemimpin yang mengobarkan semangat. Bukan bos yang dapat mengatakan “SAYA” tetapi pemimpin yang senantiasa mengatakan “KITA.” Bukan bos yang mengatakan “PERGILAH” tetapi pemimpin yang berkata “MARILAH.” “Ada tiga inti kepemimpinan, yaitu kerendahan hati, kejelasan dan keberanian,” kata Chan Master Fuchan Yuan.

Kesediaan menjadi pemimpin memerlukan kerendahan hati, bersedia menerima kritik, bersedia meleburkan diri pada kepentingan-kepentingan orang banyak, bersedia melakukan banyak pengorbanan, bersedia melakukan tindakan-tindakan keberanian, bersedia menanamkan nilai-nilai kejujuran, bersedia memberikan kesempatan bertumbuh kepada orang yang dipimpinnya, bersedia melakukan perubahan-perubahan untuk kehidupan lebih baik yang benar-benar diperlukan banyak orang.

Siap

Tidak ada waktu libur bagi seorang pemimpin. Kapan pun dan di mana pun berada, siapa pun yang mereka tengah hadapi, mereka senantiasa harus dalam keadaan siap memberikan tuntunan, pengarahan dan pengayoman. Pada setiap keadaan, siap memberikan asistansi yang diperlukan rakyatnya. Ia memberikan teladan setiap waktu, gerak geriknya, perilaku dan perkataanya, kebijakan dan tindakannya, menyiratkan inti kepemimpinannya; dan keberhasilannya terletak pada kesigapannya mengambil sikap bagi kebutuhan banyak orang.

Pemimpin yang baik menambah ilmunya, meluaskan hatinya, meneneramkan massanya, menyejahterahkan rakyatnya, membimbing pengikutnya, menginisiatifkan ide-ide, mengasah ketrampilan kepemimpinannya terus-menerus, menimbang dengan bijaksana segala sesuatu sebelum memutuskan, yang tidak ragu meminta maaf jika berbuat kesalahan, menghargai jerih payah orang lain, yang tahu menempatkan diri sesuai dengan kapasitas yang diembannya, dan menggunakan semua fasilitas yang diberikan kepadanya untuk melaksanakan tugas yang dijalankannya, bukan sekadar sebagai atribut sosial yang diterimanya.

Pemimpin tidak dipilih rakyatnya untuk dilayani, tetapi ia dipilih untuk melayani kepentingan rakyatnya. Tantangan seorang pemimpin adalah menjadi orang kuat tetapi tidak kasar, menjadi orang baik tetapi tidak lemah, mendalam tetapi tidak malas, bangga tetapi tidak arogan, rendah hati tetapi tidak rendah diri, humoris tetapi tidak bodoh. “Kepemimpinan adalah tindakan, bukan jabatan,” kata Donald H. McGannon.

Kerjakan!

Seorang pemimpin mengomunikasikan visi yang dimilikinya kepada para pengikutnya, merebut perhatian pengikutnya dengan intuisi optimistis tentang kemungkinan solusi yang dibutuhkan mereka. Seorang pemimpin harus realistis dan praktis, meskipun ia harus bicara dengan bahasa seorang visioner dan idealis. Ia menyetuskan agenda kerja yang dirangkumnya dari kebutuhan dan aspirasi pengikutnya, yang melihat jauh ke depan dan mampu mengendalikan keadaan sebelum berkembang menjadi persoalan.

Pemimpin yang baik bekerja dengan akal budi, hati tulus, emosi yang cerdas, cekatan, melapangkan hati dan tangan terbuka, yang terus-menerus memerbaiki kualitas interaksinya dengan orang lain. “Kunci kepemimpinan yang sukses saat ini adalah memotivasi dan mendorong dari belakang, bukan menguasai,” kata Kenneth Blanchard. (christyfald@gmail.com)